Judulnya nggak keren ya …
Nggak apa-apa sih nggak keren, yang penting maksudnya ngena buat yang baca dan buat diriku sendiri ^^
Ini beneran terjadi lho, dan aku nulis ini bukan untuk ngomongin kejelekan orangtua lain dan mengatakan akulah the best parent … Aku cuma ingin belajar dan berbagai. Trus kalau ada yang membaca ini dan punya saran lain, kenapa nggak buat di dengarin. Karena itu lah aku nulis ini.
Jadi gini, beberapa hari lalu, masih dalam minggu ini juga, aku ngajak Zayan makan ice cream di salah satu cafe favorite dia di Meulaboh. Sesampainya di sana, teryata udah ada pengunjung lain, ngelihat mejanya masih kosong, aku cuma beranggapan, ibu itu udah pesan tapi makanannya belum datang, atau ibu itu juga sama kayak aku,nunggu pelayannya datang buat nanyain pesanan.
Pengunjung itu, adalah seorang ibu (kayaknya sih PNS atau guru gitu, karena pakai batik) dan dua anaknya, cewek dan cowok yang kelihatannya kayak sebaya. Aku sempat ngira kembar. Tapi intinya pokoknya anaknya udah cukup gede. Mungkin SD sekitar kelas 2 atau kelas 3. Bisa jadi lebih, karena anaknya yang cowok, hampir kelihatan kayak anak SD kelas 5 atau 6, tapi wajahnya masih kekanak-kanakan. Pokoknya begitulah … Udah dapat bayangankan?
Nggak sampai 10 menit, ternyata pelayan datang. Anaknya masing-masing dapat satu porsi Ice Cream Oreo, dan si ibu pesan nasi goreng ternyata.
Karena tidak ada pengunjung lain, mau nggak mau aku memperhatikan tindak tanduk keluarga kecil tersebut (ini entah kebiasaan jelek atau bukan, tapi aku memang suka mengamati orang) dari pertama kali aku datang, ketika pesanan mereka belum datang, si anak dan si ibu asik dengan ponselnya. Continue reading “Parenting: Ketika Ponsel Menjadi Anak Kedua Bagi Orangtua” →